Asal usul Gordang Sambilan jika dikaitkan dengan konsep kearifan budaya lokal dikenal dengan :Etek do Mulo ni Gordang", Napuran do mulo ni hata, somba do mulo ni tor tor :, hal ini terirat bahwa asal mula Gordang adalah etek (tek tek) sedangkan sirih adalah pemangkal kata, sedangkan gerakan pertama dalam tradisi tor tor adalah sembah
Asumsi yang paling logis Gordang tano di yakini sebagai gemerasi pertama Gordang Sambilan, Gordang Tano dibuat dengan media ganah yang dilobangi antara 60 cm sd 100 cm,diatas lobang tersebut diletakkan sebilah atau dua bilah papan, pada pangkal dan ujung lobang ditanam pacak untuk merentang rotan yang berfungsi sebagai senar, Gorang tano oni kurang praktis disebabkan karena tidak bisa dibawa bawa, Nada temporal, tidak tahan cuaca dan suaranya terlalu pelan
Generasi kedua Gordang Sambilan adalah Gordang bulu yakni alat perangkat seni yang dibuat dari satu setengah ruas bambu, dasar permukaan sebelah bawah ditipiskan atau dibelah sehingga berfungsinsebagai totap, sebelah sisi kanan dan diatas diberi senar, Gordang Bulu tentu memiliki teknologi yang l3bih maju bila dibandingkan dengan gordang Tano, dari segi irama gordang bulu memiliki irama yang variatif dan mudah dibawa kemana mana dan dapat dimainkan satu pemajn saja.
Generasi ketiga Gordang Sambilam dikenal seperti yang sekarang tereori dari sembilan gendang yang besar, sepasang ogung, doal, mongmongan,tali sasayat, dan saleot serta seruling, dari segi tekhnologi pembuatan gordang sambilan memiliki tingkat kerumitan bila dibansingkan dengan gordang tano dan gordang bulu.
Gordang Sambilan termasuk sebagai tradisi membranofon Mandailing purbakala, hal ini dikuatkan dengan fakta sejarah bahwa diceritakan pada.masa kerajaan sutan diaru (nenek.moyang marga nasution) bahwa Gordang Sambilan digunakan sebagai media uoacara dan hiburan rakyat, juga dalam.bukunya willem iskander sirumbuk rumbuk sibulus bulus dijelaskan tentang gordang sambilan ini
Minggu, 22 September 2019
Rabu, 18 September 2019
SISTEM RELIGI PURBAKALA MANDAILING
Banyak opini yang perlu di pertegas tentang pola kehidupan religi Mandailing, Agama Mamele Begu di Mandailing memiliiki perbedaan yang sangat signifikan dengan agama pele begu pada etnis lain, kata mamele.dapat di artikam dengan memuliakan, sedangkan begu artinya Roh Nenek Moyang, Leluhur Mandailing meyakini bahwa mulai dari banua tor, banua tonga dan banua ginjang, merupakan alam yang dikuasai oleh Nauli Basai (yang maha baik) dalam suatu keyakinan Ompunta najumolo.sundut i yaitu Sibaso yang memimpin angkasa raya , Sibabora mengkoordinir kawasan perairan dan si gunja menguasai kawasan tanah.
Agama pamele begu yang menjadi kepercayaan leluhur mandailing jauh sebelum agama hindu dan budha masuk kemandailing, berdasarkan penyebaran aksara brahmi dari india selatan yangbterjadi pada abat 1 sampai 3 Masehii dan juga berdasarkan analisis palaeografis telah ditemukan tulisan tulisan sederhana yang berkaitan dengan teks keagamaan(damais 1995) (sedarwati 1978)dengan kata lain nalar hipotesis bahwa awal sejarah di Mandailing dimulainsejak awal tahun masehi
Pada zaman kepercayaan pamele begu tercatat beberapa relevansi demgan fingsi gordang sambilan yang dijadikam sebagai sarana ritualisasi, seperti :
1. Gordang Pasusur si Baso
2. Gordang Pamulion
3. Gordang mate
4. Gordang roto
5. Gordang daru
6. Gordang Babiat
7. Gordang Mangido udan
8. Gordang Manyarang udan
9. Gordang bombat
10. Gordang Mangalap tondi
11. Gordang Sarama Begu
Etek do mulo ni gordang
Somba do mulo ni tor tor
Napuran do jolo ni lidung
Ketiga konsep dasar ini menjadi pedoman bagi orang mandailing yakni asal mula gendang dari etek, gerakan pertama dari tor tor adalah sembah da setiap pembicaraan adat harus dimulai dengan suguhan sirih
https://m.youtube.com/watch?v=ySVt6NOj7fo
Jadi asal muasal Gordang Sambilan dimulai dari Gordang Tano, kemudian berkembang menjadi gordang Etek yang terbuat dati bambu kemudian berkembang dengan Gordang Sambilan yang kita kenal seperti saat sekarang terbuat dari kayu
Oleh Jasinaloan
Ditulis oleh Zulkhairi Pulungan
Agama pamele begu yang menjadi kepercayaan leluhur mandailing jauh sebelum agama hindu dan budha masuk kemandailing, berdasarkan penyebaran aksara brahmi dari india selatan yangbterjadi pada abat 1 sampai 3 Masehii dan juga berdasarkan analisis palaeografis telah ditemukan tulisan tulisan sederhana yang berkaitan dengan teks keagamaan(damais 1995) (sedarwati 1978)dengan kata lain nalar hipotesis bahwa awal sejarah di Mandailing dimulainsejak awal tahun masehi
Pada zaman kepercayaan pamele begu tercatat beberapa relevansi demgan fingsi gordang sambilan yang dijadikam sebagai sarana ritualisasi, seperti :
1. Gordang Pasusur si Baso
2. Gordang Pamulion
3. Gordang mate
4. Gordang roto
5. Gordang daru
6. Gordang Babiat
7. Gordang Mangido udan
8. Gordang Manyarang udan
9. Gordang bombat
10. Gordang Mangalap tondi
11. Gordang Sarama Begu
Etek do mulo ni gordang
Somba do mulo ni tor tor
Napuran do jolo ni lidung
Ketiga konsep dasar ini menjadi pedoman bagi orang mandailing yakni asal mula gendang dari etek, gerakan pertama dari tor tor adalah sembah da setiap pembicaraan adat harus dimulai dengan suguhan sirih
https://m.youtube.com/watch?v=ySVt6NOj7fo
Jadi asal muasal Gordang Sambilan dimulai dari Gordang Tano, kemudian berkembang menjadi gordang Etek yang terbuat dati bambu kemudian berkembang dengan Gordang Sambilan yang kita kenal seperti saat sekarang terbuat dari kayu
Oleh Jasinaloan
Ditulis oleh Zulkhairi Pulungan
Selasa, 17 September 2019
SEJARAH AKSARA MANDAILING DIPOPULERKAN MENJADI AKSARA BATAK
Pendirian sekolah guru (kweek scool) di Tano Bato oleh Willem Iskander pada tahun 1862 yang merupakan sekolah partikuler tertua nomor 3 di indonesia setelah pendirian kweek scool di Surakarta dan Bukit Tinggi, Keunggulan Kweek school Tano Bato afalah menggunakan bahasa pengantar bahasa mandailing dan surat tulak tulak, bahasa indonesia serta bahasa belanda, sedangkan kweek school surakarta dan bukit tinggi hanya menggunakan bahasa belanda, murid murid willem iskander bersebar menkadi guru ke seantaro Sumatera utara dan Sumatera Timur
Pada tahun 1875 Belanda membangun sekolah kweek school di Padang Sidempuan sebagai kelanjutan sekolah guru tabo bato. Pada awalnya disekolah kweek school padang sidempuan menggunakan bahasa Mandailing dan Aksara Mandailing (surat tulak tulak) sebagai bahasa pengantar. Pada masa perkembangannya karena murid muridnya sudah bercampur dengan orang Mandailing, Angkola, Sipirok, padang lawas, Toba, Simalungun dll maka untuk menjaga kebersamaan maka pemerintah /zending belanda mengubah nama aksara Mandailing dengan aksara batak, kemudian aksara mandailing (surat tulak tulak) menjadi Aksara Batak,, malah salah seorang guru paporit berasal dari Mandailing (pakantan) dipopulerkan dengan nama "guru batak" (lihat buletin Pangaduan lubis berjudul Parata Na Malos 1988;16).
Ntuk memperkuat Asumsi ilmiah, berikut beberapa pendapat ahli :
Harimurti Kridalaksana dalam kamus Linguistik (1984) menampilkan beberapa aksara daerah yang salah satunya adalah aksara Mandailing (surat tulak tulal), selanjtnya dikatakan bahwa aksara toba, Dairi, Karo dan simalungun yang sama bentuknya dengan aksara Mandailjng dapat diartikan sebagai varian dari aksara Mandailing.
Kemudian peneliti aksara yang bernama Kozok (1999;67) dengan memgutip pendapat Vander Tuuk (1971;71) dan Parkin (1978;100) disampaikan bahwa aksara ""NYA", "WA" dan "YA" hanya terdapat dalam aksara Mandailing, ketiga aksara ini tidak dapat di toba dan karo
Oleh Jasinaloan
Ditulis oleh Zulkhairi Pulungan
Pada tahun 1875 Belanda membangun sekolah kweek school di Padang Sidempuan sebagai kelanjutan sekolah guru tabo bato. Pada awalnya disekolah kweek school padang sidempuan menggunakan bahasa Mandailing dan Aksara Mandailing (surat tulak tulak) sebagai bahasa pengantar. Pada masa perkembangannya karena murid muridnya sudah bercampur dengan orang Mandailing, Angkola, Sipirok, padang lawas, Toba, Simalungun dll maka untuk menjaga kebersamaan maka pemerintah /zending belanda mengubah nama aksara Mandailing dengan aksara batak, kemudian aksara mandailing (surat tulak tulak) menjadi Aksara Batak,, malah salah seorang guru paporit berasal dari Mandailing (pakantan) dipopulerkan dengan nama "guru batak" (lihat buletin Pangaduan lubis berjudul Parata Na Malos 1988;16).
Ntuk memperkuat Asumsi ilmiah, berikut beberapa pendapat ahli :
Harimurti Kridalaksana dalam kamus Linguistik (1984) menampilkan beberapa aksara daerah yang salah satunya adalah aksara Mandailing (surat tulak tulal), selanjtnya dikatakan bahwa aksara toba, Dairi, Karo dan simalungun yang sama bentuknya dengan aksara Mandailjng dapat diartikan sebagai varian dari aksara Mandailing.
Kemudian peneliti aksara yang bernama Kozok (1999;67) dengan memgutip pendapat Vander Tuuk (1971;71) dan Parkin (1978;100) disampaikan bahwa aksara ""NYA", "WA" dan "YA" hanya terdapat dalam aksara Mandailing, ketiga aksara ini tidak dapat di toba dan karo
Oleh Jasinaloan
Ditulis oleh Zulkhairi Pulungan
SURAT TULAK TULAK (AKSARA MANDAILING)
Penelitian para ahli Antorplogi fisik menyimpulkan manusia purba si Indonesia pada zaman pra sejarah seperti pithecanthrofus sudah mempunyai kemampuan bertutur (jacob 1980-1986), namun sejak kapankah bangsa Indonesia mulai mengenal aksara dan bagaimana proses terjadinya keanekaragaman bentuk aksara di Nusantara ? Apakah perkembangan kemampuan bertutur sejajar dengan kemampuan beraksara..? Tentu tidak, Dengan demikian Manusia Purba yang hidup pada zaman pra sejarah di Indonesia dianggap telah mampu berkomunikasi dengan cara bertutur (bahasa lisan), kemampuan beraksara bangsa bangsa di nusantara ternyata pada awal tarikh Masehi
Para pakar bahasa mengelompokkan aksara aksara di nusantara antara lain yaitu Aksara Mandailing, Aksara Sanskerta, Aksara Rejang, Aksara Bali, Aksara Bugis dan Aksara Sunda. Ketujuh aksara ini merupakan turunan dari Aksara Pallawa yang merupakan penyebaran dari aksara brahmi india seatan. Sejarah mencatat bahwa aksara pallawa ininadalah aksara tertua di nusantara (Asia tenggara pada umumnya) yang disebarliaskan seiiring dengan penyebarluasan agama hindu dan budha. Jenis Aksara ini semula dipergunakan untuk menulis ajaran, mantra mantra suci (Damais 1995, Sedawati 1978). Jenis Aksara ini kemudian berkwmbang di asia tenggara walaupun hanya terbatas atau tetpatri. Untik.menulis teks keagamaan, jenis aksara ini hampir dipastikan jaranh disertai penanggalam , namun melalui analisis palaeografis yakni perbandingan kemiripan type, gaya, bentuk aksara dari zaman ke zaman maka aksara di asia tenggara diperkirakan mulai pada abat ke pertama sampai ke tiga masehi.
Pada awalnya surat tulak tulak mandailing hanya digunakan untuk hal hal yang megis, dan religius. Ragam bahasa yang digunakan adalah ragam khusus untuk pustaha, Voorhoeve dan Parkin Lubis (1988;20) sepakat bahwa ragam bahasa pustaha ini dinamakan bajasa poda yang hanya terdapat di Mandailing. Maka pengetahuan tentang penulisan dan penggunaan hanya pada Datu seperti Datu Parlidung, Datu Pandaoni, dan Sibaso, hal ini sesuai dengan funsi utama surat tulak tulak yakni pada Ilmu Pengobatan, ilmu hitam, ilmu putih, Nujum/Parkalaan, Tarombo dan andung
Penyebaran aksara Mandailing menurut Vandertuk (1971;77)meggatakan dari wilayah selatan yakni Mandailing menuju ke dqerah Utara. HARRY PARKIN (1978;100) mengatakan bahwa berdasarkan beberapa aksara dan variasi bentuk dan penggunaannya dapat dipastilan bahwa daerah asal Aksara tulak tulak adalah Mansailing, kemudian menyebar ke Toba, terud le Simalungun, Pak pak dan Karo (Uli Kosox 1999; 79 telah melakukan pemetaan aksara)
(Bersambung...)
Jasinaloan
di Tulis oleh Zulkhairi Pulungan
Para pakar bahasa mengelompokkan aksara aksara di nusantara antara lain yaitu Aksara Mandailing, Aksara Sanskerta, Aksara Rejang, Aksara Bali, Aksara Bugis dan Aksara Sunda. Ketujuh aksara ini merupakan turunan dari Aksara Pallawa yang merupakan penyebaran dari aksara brahmi india seatan. Sejarah mencatat bahwa aksara pallawa ininadalah aksara tertua di nusantara (Asia tenggara pada umumnya) yang disebarliaskan seiiring dengan penyebarluasan agama hindu dan budha. Jenis Aksara ini semula dipergunakan untuk menulis ajaran, mantra mantra suci (Damais 1995, Sedawati 1978). Jenis Aksara ini kemudian berkwmbang di asia tenggara walaupun hanya terbatas atau tetpatri. Untik.menulis teks keagamaan, jenis aksara ini hampir dipastikan jaranh disertai penanggalam , namun melalui analisis palaeografis yakni perbandingan kemiripan type, gaya, bentuk aksara dari zaman ke zaman maka aksara di asia tenggara diperkirakan mulai pada abat ke pertama sampai ke tiga masehi.
Pada awalnya surat tulak tulak mandailing hanya digunakan untuk hal hal yang megis, dan religius. Ragam bahasa yang digunakan adalah ragam khusus untuk pustaha, Voorhoeve dan Parkin Lubis (1988;20) sepakat bahwa ragam bahasa pustaha ini dinamakan bajasa poda yang hanya terdapat di Mandailing. Maka pengetahuan tentang penulisan dan penggunaan hanya pada Datu seperti Datu Parlidung, Datu Pandaoni, dan Sibaso, hal ini sesuai dengan funsi utama surat tulak tulak yakni pada Ilmu Pengobatan, ilmu hitam, ilmu putih, Nujum/Parkalaan, Tarombo dan andung
Penyebaran aksara Mandailing menurut Vandertuk (1971;77)meggatakan dari wilayah selatan yakni Mandailing menuju ke dqerah Utara. HARRY PARKIN (1978;100) mengatakan bahwa berdasarkan beberapa aksara dan variasi bentuk dan penggunaannya dapat dipastilan bahwa daerah asal Aksara tulak tulak adalah Mansailing, kemudian menyebar ke Toba, terud le Simalungun, Pak pak dan Karo (Uli Kosox 1999; 79 telah melakukan pemetaan aksara)
(Bersambung...)
Jasinaloan
di Tulis oleh Zulkhairi Pulungan
Senin, 16 September 2019
GORDANG SAMBILAN DALAM CATATAN SEJARAH
Tidak dapat dipungkiri bahwa etnik Mandailing hidup berdampingan dengan etnik lainnya seperti Angkola, Toba, Melayu, Pesisir dan Minang Kabau dll, maka hal yang lumrah jika terjadi percampulan budaya, adat istiadat, seni dan bahasa, namun khusu untuk Gordang Sambilan mempunyai keunikan tersendiri yang tiada duanya baik di Sumatera Utara maupun maupun di Indonesia bahkan di Dunia, yang menjadi pertanyaan adalah sejak kapan etnik Mandailing menggunakan Gordang
Dalam sejarah Mandailing tidak pernah tercatat siapa penemu atau pencipta Gordang Sambilan ini, Sejak Kapan Gordang Sambilan digunakan, mengapa sembilan, mengapa tidak sebelas atau lainnya. Berbagai hipotesa muncul dengan rasa ingin tahu sememtara istilah Gordang Sambilan sudah lama sekali menkadi kosa kata bahasa Mandailing bahkan tetdapat ragam bahasa andung yang dikenal dengan nama " Nai Rumontam Dolok" artinya yang menggetarkan Gunung
Mitologi adalah ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng auci mengenai kehidupan dewa dan makhluk halus dalam suatu kebudayaan. Pada beberapa Mitos mitologi Mandailing yang di kenal dengan nama turi turian Gordang Sambilan, telah dijadikan sebagai Materi Cerita pada turi turian *SUTAN NAPOSO ILANGIT, NAN SONDANG MILONG ILONG, RAJA GORGA I LANGIT, RAJA SUASA DI PORTIBI DAN SAMPURAGA" bahwa dam cerita turi turian tersebut Gordang Sambilan sangat mengakar dan menjadi tradisi religi bagi etbik Mandailing yang hidup pada zaman pra sejarah....
(Bersambung...)
Oleh Jasinaloan
Ditulis Zulkhairi Pulungan
Dalam sejarah Mandailing tidak pernah tercatat siapa penemu atau pencipta Gordang Sambilan ini, Sejak Kapan Gordang Sambilan digunakan, mengapa sembilan, mengapa tidak sebelas atau lainnya. Berbagai hipotesa muncul dengan rasa ingin tahu sememtara istilah Gordang Sambilan sudah lama sekali menkadi kosa kata bahasa Mandailing bahkan tetdapat ragam bahasa andung yang dikenal dengan nama " Nai Rumontam Dolok" artinya yang menggetarkan Gunung
Mitologi adalah ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng auci mengenai kehidupan dewa dan makhluk halus dalam suatu kebudayaan. Pada beberapa Mitos mitologi Mandailing yang di kenal dengan nama turi turian Gordang Sambilan, telah dijadikan sebagai Materi Cerita pada turi turian *SUTAN NAPOSO ILANGIT, NAN SONDANG MILONG ILONG, RAJA GORGA I LANGIT, RAJA SUASA DI PORTIBI DAN SAMPURAGA" bahwa dam cerita turi turian tersebut Gordang Sambilan sangat mengakar dan menjadi tradisi religi bagi etbik Mandailing yang hidup pada zaman pra sejarah....
(Bersambung...)
Oleh Jasinaloan
Ditulis Zulkhairi Pulungan
Minggu, 15 September 2019
GORDANG SAMBILAN PERKUSI PURBAKALA MANDAILING NATAL
A. Legenda Gordang Sambilan
Mari kita memutar waktu keribuan yang telah silam bahwa peninggalan megalit di Runding mengindikasikan kita sekitar 2000 an tahun tahun yang silam bahwa di Runding terdapat peninggalan Artepak yang menggambarkan masyarakat tradisional yang berbudaya. Juga situs Padang Mardia di Hutasiantar Panyabungan bertulisan Arab pada tahun 264 Hijriah menggambarkan hubungan dengan bangsa Arab dengan Kejaraan di Mandailing, Situs Reruntuhan Candi Simangambat menurur sejarawan Belanda Schnigher bahwa pada abad VIII di Mandailing telah terdapat kerajaan besar yang mendapat pengaruh Hindu, kemudian situs Biara di Pidoli menggambarkan Kerajaan besar di Saba Biara pada Abad XI, Pilar Hindu di Gunung Sorik Marapi, Situs Maga, Batu bertulis Parkalaan di Tor Sihite, Batu Bertulis dihulu sungai Batang Gadis Pakantan, semuanya masih meninggalkan tanda tanya besar yang belum terpecahkan
Kaitannya dengan Gordang Sambilan, Gendang/Drum yang tertua dari masa Neolitikum terdapat di Moravia diperkirakan Tahun 6000 SM, peradaban berikutnya muncul Gendang/Drum dari Kayu Besar dengan Kulit Binatang dan Stik Pukul mulai dipakai hal ini ditunjukkan pada artepak Mesir Kuno Tahun 4000 SM, pada tahun 3000SM dikenal frame drum raksasa dikalangan bangsa Sumeria kuno juga masa Mesopotania tahun 2000 SM Afrika dan Yunani dan masa yang bersamaan Drum muncul Drum di Romawi yang perrama kali dipergunakan sebagai drum dalam peperangan
Juga di Indonesia bahwa salah satu variasi Gendang yang terbesar di berbagai etnik terdapat di Mandailing, etnik Mandailing adalah etnik terluar di sumatera utara yang memiliki tanah tumpah darah yang disebut tano sere Mandailing, juga memiliki bahasa mandailing, juga memiliki tradisi budaya, seni dan adat istiadat yang spesifik, juga memiliki aksara Mandailing (surat tulak tulak) yang menurunkan aksara toba, aksara simalungun, aksara pak pak dan juga aksara karo..
Gendang bagi etnik Mandailing terdiri dari beberapa varian yakni Gordang Sambilan, Gordang Tano, Gondang Bulu, Gondang Aek, Gondang Tunggu Dua dan Dudu/Tabu..
(bersambung.....)
Mari kita memutar waktu keribuan yang telah silam bahwa peninggalan megalit di Runding mengindikasikan kita sekitar 2000 an tahun tahun yang silam bahwa di Runding terdapat peninggalan Artepak yang menggambarkan masyarakat tradisional yang berbudaya. Juga situs Padang Mardia di Hutasiantar Panyabungan bertulisan Arab pada tahun 264 Hijriah menggambarkan hubungan dengan bangsa Arab dengan Kejaraan di Mandailing, Situs Reruntuhan Candi Simangambat menurur sejarawan Belanda Schnigher bahwa pada abad VIII di Mandailing telah terdapat kerajaan besar yang mendapat pengaruh Hindu, kemudian situs Biara di Pidoli menggambarkan Kerajaan besar di Saba Biara pada Abad XI, Pilar Hindu di Gunung Sorik Marapi, Situs Maga, Batu bertulis Parkalaan di Tor Sihite, Batu Bertulis dihulu sungai Batang Gadis Pakantan, semuanya masih meninggalkan tanda tanya besar yang belum terpecahkan
Kaitannya dengan Gordang Sambilan, Gendang/Drum yang tertua dari masa Neolitikum terdapat di Moravia diperkirakan Tahun 6000 SM, peradaban berikutnya muncul Gendang/Drum dari Kayu Besar dengan Kulit Binatang dan Stik Pukul mulai dipakai hal ini ditunjukkan pada artepak Mesir Kuno Tahun 4000 SM, pada tahun 3000SM dikenal frame drum raksasa dikalangan bangsa Sumeria kuno juga masa Mesopotania tahun 2000 SM Afrika dan Yunani dan masa yang bersamaan Drum muncul Drum di Romawi yang perrama kali dipergunakan sebagai drum dalam peperangan
Juga di Indonesia bahwa salah satu variasi Gendang yang terbesar di berbagai etnik terdapat di Mandailing, etnik Mandailing adalah etnik terluar di sumatera utara yang memiliki tanah tumpah darah yang disebut tano sere Mandailing, juga memiliki bahasa mandailing, juga memiliki tradisi budaya, seni dan adat istiadat yang spesifik, juga memiliki aksara Mandailing (surat tulak tulak) yang menurunkan aksara toba, aksara simalungun, aksara pak pak dan juga aksara karo..
Gendang bagi etnik Mandailing terdiri dari beberapa varian yakni Gordang Sambilan, Gordang Tano, Gondang Bulu, Gondang Aek, Gondang Tunggu Dua dan Dudu/Tabu..
(bersambung.....)
Langganan:
Postingan (Atom)